Stop Budaya Jam Karet
Oleh: Khafidhoh Luthfiana
Akhir-akhir ini masih banyak terjadi pelanggaran disiplin waktu. Hal ini
biasanya dilatarbelakangi oleh perilaku seseorang yang suka menunda-nunda pekerjaan.
“Ah sudah biasa, Indonesia kan sudah terkenal dengan jam karet.” Anggapan ini
yang sering dilontarkan oleh para pelaku jam karet ketika ditanya alasan mengapa
mereka terlambat. Pelanggaran waktu juga biasa terjadi di kalangan pendidikan.
Sering kita jumpai seorang mahasiswa tergesa-gesa menuju ruang kelas untuk
mengikuti perkuliahan, peserta UTS (Ujian Tengah Semester) yang berlari-lari
menuju ruang ujian karena terlambat, pelaksanaan seminar yang molor dari waktu
yang sudah direncanakan, bahkan dosen maupun pejabat kampus ikut menjadi pelaku
jam karet ini. Inilah potret hitam yang masih perlu pembenahan di lingkungan
pendidikan kita.
Waktu bak emas karena merupakan sesuatu yang sangat berharga, jika
melewatkannya dengan sesuatu yang tidak bermanfaat maka kita yang akan rugi.
Waktu tidak dapat terulang jika sudah terlewat. Sayangnya masih banyak orang
yang menyepelekannya. Kurangnya kesadaran untuk memanage waktu dengan
baik bisa mengakibatkan timbulnya berbagai masalah, awalnya hanya hal sepele tetapi
jika dilakukan terus menerus maka bisa berbahaya. Seorang dosen atau pejabat
kampus seharusnya memberikan pemahaman tentang pentingnya management
waktu kepada mahasiswanya dan memberikan teladan sehingga tidak terkesan jarkoni (ngajari tapi ora nglakoni-mengajarkan
tapi dia sendiri tidak melakukan).
Pada dasarnya, disiplin tanpa sanksi tegas adalah non-sense
(omong kosong), bila perbuatan ketidakdisiplinan waktu tidak diberikan sanksi
maka budaya jam karet akan terus semakin tumbuh subur. Oleh karena itu diperlukan
tindakan yang serius untuk menghadapi para pelaku jam karet. Salah satunya
pemberian sanksi, dengan adanya sanksi tersebut diharapkan mampu menghentingkan
budaya jam karet paling tidak bisa meminimalisir hal tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar